23 August, 2021
FT UNS - Dalam rangka Dies Natalis ke-41 Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta, Prof. Yusep Muslih P., S.T., M.T., Ph.D., Guru Besar Program Studi (Prodi) Teknik Sipil Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta diundang untuk menjadi narasumber. Seminar nasional yang berlangsung melalui zoom meeting room ini bertajuk Mewujudkan Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur yang Unggul Berbasis Pendidikan, Olahraga, Ekonomi, Energi, dan Kedaulatan Pangan.
Realitas yang dihadapi sekarang ini tidak hanya pandemi, tetapi juga global challenge yakni dua sisi kehidupan, Industry 4.0 dan Society 5.0. Revolusi industri sangat terkait erat dengan kompetensi Sumber Daya Manusia yang harus dihasilkan oleh sebuah perguruan tinggi, karena terkait erat dengan profesi dan profesionalitas yang menyangkut berkembangnya demografi di Indonesia.
“Pengembangan SDM yang unggul tidak cukup menghasilkan orang-orang pintar yang meguasai ilmu pengetahuan, tapi harus menghasilkan orang-orang cerdas yangmampu memecahkan masalah dengan cepat dalam keterbatasan meskipun Covid-19, menimbulkan keterpurukan sosial,” ungkap Prof. Dr. Ir. Tresna Priyana Soemardi, S.E., M.S. selaku Rektor UTP Surakarta.
Melalui virtual, Mas Gibran, begitu kerap disapanya, juga turut memberikan sambutan “Di tengah kondisi pandemi tidak mengurangi niat pemerntah untuk menjalankan program kerja dalam peningkatan SDM dan kompetitif, dan pembangunan infrastruktur,” tutur Walikota Surakarta tersebut.
Kegiatan yang dilaksanakan pada (18/8/2021) mendatangkan pakar-pakar yang berkompeten di bidangnya, seperti Prof. Dr. Ir. Muhammad Zainuri DEA (Kepala LLDIKTI Wilayah VI) membawakan materi tentang Implementasi Penyelenggaraan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Unggul dan Profesional. Prof. Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd. (Dekan FIK UNNES) membahas tentang Bagaimana Mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul Berbasis Olahraga. Dr. Ir. Imam Suharto, M.Sc. (Head of Cocoa Sustainability PT. Olam Indonesia) menjelaskan tentang Dampak Covid-19 Pada Masyarakat Petani, Studi Kasus Petani Kakao di Indonesia dan Prof. Yusep Muslih P., S.T., M.T., Ph.D. (Guru Besar Prodi Teknik Sipil FT UNS) membahas Prediksi Risiko Gempa untuk Bangunan Hunian di Surakarta.
Dalam bahasannya Prof. Yusep mengatakan bahwa tinggal di Surakarta adalah sebuah keberuntungan. Hal ini karena berada di kawasan yang disebut Golden Triangle, Surakarta-Jogja-Semarang. Istilah tersebut banyak digunakan oleh media massa dan peneliti karena kelebihan. Menurut survei yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Kota surakarta adalah kota ternyaman untuk ditinggali.
Namun demikian, masyarakat juga perlu waspada terhadap potensi gempa bumi yang dapat menjadi permasalahan kota tersebut. Menurut ahli gempa, bumi terdiri dari 18 lempeng, bentuknya bulat yang di dalamnya ada cairan sangat panas, di atasnya atau permukaan terdiri dari lempeng-lempeng yang besar. Dari 18 lempeng, 7 di antaranya ialah yang utama. Indonesia itu sendiri berada di posisi tabrakan antara lempeng Australian dengan lempeng Eurasian, sedangkan Kota Surakarta dekat sekali dengan tabrakan tersebut. Peregerakan lempeng Australian menghujam lempeng Eurasian, pergerakannya sekitar 70 mili per tahun.
Selain itu, Surakarta juga berada di Samudra Pasifik yang disebut Ring of Fire dengan pembentukan gunung api, dengan kemungkinan gunung api semakin aktif. Data yang bersumber dari BMKG tentang peta persebaran gempa bumi merusak Indonesia (2010-2018), Indonesia mengalami gempa-gempa yang cukup besar yang merusak dan di antaranya ada di dekat pulau Jawa. Catatan merah daerah rawan gempa, Surakarta termasuk dalam catatan tersebut.
Data Aktivitas Gempa Bumi Indonesia (BMKG) menyebutkan tahun 2020 terdapat aktivitas gempa sebanyak 8.264 kali, 2019 sebanyak 11.573 kali, 2018 sebanyak 11.920 kali, 2017 sebanyak 6.929 kali. Padahal, sebelum 2017 rata-rata 5.000 kali. Dalam 10 tahun terakhir, di Indonesia terjadi tidak kurang dari 70.000 kali gempa bumi. Ini artinya, ada kecenderungan kenaikan gempa bumi gempa di Indonesia, maka tak heran apabila terjadi gempa sering terjadi fenonema atau kejadian yang menyedihkan. Dari 28 Juni 2021 hingga 3 Juli 2021 tercatat ada sekitar 11 gempa, 2 di antaranya dekat dengan Solo. Meskipun manusia tidak merasakan goncangan, tetapi alat pencatat gempa mampu mendeteksinya.
“dalam seminggu berikutnya tambahan lagi seminggu lagi semakin banyak, nah tadi pagi sampai dengan pagi ini ada 11 gempa bumi di selatan jawa, baru 6-7 jam semakin aktif, walaupun gempa tidak terlalu tinggi, kl sudah naik 4-5-6 harus diwaspadai.”, tutur Prof. Yusep dalam bahasannya.
Beliau juga menjelaskan mengenai seberapa besar bahaya gempa bumi yang mengancam Kota Surakarta. Para ahli bangunan, teknik sipil, sudah membuat bangunan tahan gempa sejak 1983, pada tahun tersebut masih nyaman untuk dihuni, tetapi karena pada tahun 2002 Solo masuk pada daerah kuning yaitu 0,15g (gravitasi). Akan tetapi, tahun berikutnya naik menjadi 0,25-0,30g untuk gempa 500 tahunan. Kemudian, untuk gempa 2500 tahunan dalam 50 tahun Surakarta berada di angka 0,50-0,60g. Artinya, dalam mendesain sebuah bangunan benar-benar memperhatikan gempa ini. Untuk detailnya, Surakarta bagian selatan ternyata memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan bagian utara. Kemudian, prediksi total kerugian struktur bangunan hunian gempa 500 tahunan yakni Rp6.2 triliun, sedangkan gempa 2500 tahunan Rp21.05 triliun.
Surakarta memiliki banyak keunggulan di bidang ekonomi, tetapi masih mempunyai permasalahan dekat dengan sumber gempa, sehingga potensi gempanya lebih besar. Taksonomi bangunan hunian di Surakarta ada 23 jenis bangunan atau taksonomi. Di Surakarta kebanyakan bangunan adalah pasangan bata yang tanpa perkuatan tulangan, inilah bangunan yang rentan terhadap gempa. Melihat exposure bangunan hunian di Kota Surakarta yang bervariasi, kerentanan terhadap gempa pun bervariasi. Jika dalam teknik sipil bangunan biasanya didesain bertahan dalam 50 tahun.
“Perlu segera dilakukan studi yang komprehensif terkait seismic risk ini untuk dijadikan sebagai salah satu kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan dalam mitigasi bencana.” pungkas Prof. Yusep dalam akhir bahasannya. HUMAS FT/FAT Editor/ KNH