4 October, 2021
FT UNS - Dosen Prodi Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Titis Srimuda Pitana, S.T., M. Trop. Arch. memaparkan pentingnya menjaga warisan budaya. Hal tersebut disampaikan dalam Dialog Interaktif RRI Surakarta pada Kamis (30/9/2021). Dr. Titis juga merupakan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Titis bersama Drs. Agus Santoso, M.M. yang merupakan Kepala Dinas Kebudayaan Surakarta secara bergantian menjawab pertanyaan dari host. Tema dialog tersebut adalah digitalisasi cagar budaya. Dr. Titis menyampaikan bahwa salah satu upaya menjaga dan mensosialisasikan nilai penting cagar budaya adalah dengan digitalisasi. Digitalisasi ini merupakan keniscayaan yang harus dilakukan karena sudah menjadi bagian dari modernitas, meskipun cagar budaya selalu berkaitan dengan masa lalu.
Ia menambahkan bahwa objek cagar budaya yang berupa benda, struktur, bangunan, situs, atau kawasan disebut cagar budaya karena memiliki beberapa nilai penting, seperti agama, pengetahuan, sejarah, kebudayaan, dan pendidikkan. Nilai-nilai penting tersebut harus dapat diakses oleh masyarakat luas dari berbagai generasi.
“Kalau nilai penting cagar budaya tersebut tidak bisa diakses oleh masyarakat, tidak ada artinya cagar budaya itu. Pada titik inilah cagar budaya menjadi pengikat masa lalu dan masa sekarang, bahkan masa yang akan dating, terutama terkait nilai-nilai penting tadi. Kalau generasi kita hanya mengenal budaya baru dari luar (negeri) karena mudah diakses, sedangkan kita tidak mengenal yang telah menjadi milik kita karena tidak ada upaya mempermudah akses dengan digitalisasi, ya akan hilang. Oleh karenanya, digitalisasi cagar budaya negeri ini merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan agar kita tidak kehilangan ingatan akan warisan budaya kita,” jelas Dr. Titis.
Selain itu, Dosen Arsitektur tersebut juga membagikan nilai penting sejarah Kawasan Villapark milik Mangkunegaran pada tahun 1930. Banyak masyarakat yang hanya mengetahui bahwa Villapark sebatas taman yang diberi pagar saja. Namun, sebenarnya Kawasan ini memiliki sejarah yang besar.
“Dulu kawasan ini sangat modern, tahun 1930 Mangkunegaran sudah berbisnis menjadi pengembang yang mengembangkan rumah sewa di tengah kota dengan fasilitas taman, pendidikan, keagamaan yang modern. Masyarakat Solo belum tahu, ini yang sedang dikaji dan jika sudah ada hasilnya mestinya bisa diakses. Dengan diakses banyak orang, maka yang mengenal apa yang kita punya juga makin banyak. Ternyata Solo keren ya, tahun 1930 sudah punya Villapark,” tambahnya.
Melalui digitalisasi ini, warisan-warisan cagar budaya dapat terjaga dan lestari tidak hanya dari satu generasi saja. Namun, lintas generasi akan mampu mengetahui sejarah maupun nilai yang tersimpan di dalamnya.
“Lewat digitalisasi, diakses, diketahui, Masyarakat bisa membaca kajian terkait objek itu. Ini jadi pengetahuan berharga supaya makin cinta dengan kota kita. Jadi, bukan yang tua dan lama lalu ditinggalkan, karena di situ ada nilai-nilai penting yang bisa dikembangkan dalam membangun identitas bangsa,” pungkasnya. Humas FT/Aji EditorFT/ TSP