14 April, 2023
FT UNS-Baru-baru ini, pemerintah mendorong program elektrifikasi kendaraan bermotor dari berbahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik. Hal ini juga sebagai upaya untuk menekan emisi karbon yang ada. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Wahyudi Sutopo, S.T., M.Si.
Ia menjelaskan bahwa upaya elektrifikasi diperkuat oleh Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam melakukan pengurangan pembuangan Greenhouse Gas (GHG).
“Melalui regulasi ini, pemerintah juga menyosialisasikan penggunaan sepeda motor dan mobil listrik yang diikuti dengan penerbitan berbagai insentif dan regulasi pendukung lainnya,” jelasnya dikutip dari Solopos.com.
Sepeda Motor Listrik Konversi
“Terdapat dua tipe sepeda motor listrik di Indonesia. Pertama, sepeda motor listrik new design atau yang diproduksi oleh perusahaan dengan desain baru menggunakan teknologi listrik pada proses operasinya. Misalnya, sepeda motor listrik dengan merek Viar, Volta Gesits, Selis, dan masih banyak lagi. Kedua, sepeda motor listrik konversi atau sepeda motor bensin yang bagian motor dan mesinnya disubsitusi dengan kit baterai sebagai sumber energi,” terangnya.
Konversi ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2020. Proses konversi ini dapat dilakukan pada sepeda motor yang tidak dipakai lagi oleh penggunanya.
“Proses konversi ini dinilai cukup ekonomis dan menguntungkan pemiliknya. Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sepeda motor konversi dapat menempuh 55 km/cas dan memiliki kecepatan hingga 70 km/jam,” imbuhnya.
Subsidi Sepeda Motor Listrik Konversi
Pemerintah pemberian insentif 7 juta per unit sepeda motor listrik yang memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40% sejak 20 Maret 2023 lalu. Sebanyak 5.000 unit atau 20% di antaranya dialokasikan sebagai subsidi konversi sepeda motor bensin.
Prof. Wahyudi menjelaskan bahwa terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemilik yang ingin mendapatkan subsidi pada proses konversi sepeda motornya. Beberapa persyaratan tersebut yaitu kapasitas mesin motor bensin yang hendak dikonversi memiliki kapasitas antara 110 cc hingga 150 cc dengan administrasi yang masih lengkap, mulai dari STNK, BPKB, dan nomor kendaraan legal. Kemudian, STNK dan KTP harus sama dan sesuai nama pemilik serta usia kendaraan juga tidak boleh melebihi 10 tahun. Proses konversi juga harus dilakukan di bengkel yang telah terverifikasi oleh Kementerian Perhubungan.
“Kemenhub telah menunjuk 22 bengkel konversi motor yang terverifikasi atau memiliki surat perizinan bengkel secara resmi. Salah satunya PT Ekolektrik Konversi Mandiri yang berada di bawah naungan Pusat Unggulan Iptek (PUI) Teknologi Penyimpanan Energi Listrik UNS. PT Ekolektrik Konversi Mandiri ini telah beroperasi dalam pengembangan kendaraan listrik sejak 2019. Berdasarkan survei, proses konversi saat ini telah berkembang dan hanya memerlukan waktu pengerjaan selama 45 menit,” jelas Kadiv Hubungan Industri dan Komersialisasi PUI Baterai Lithium UNS ini.
Kawasaki KLX Listrik garapan ekoelektrik
Proses konversi ini meliputi penggantian mesin belakang sepeda motor dengan kit konversi yang terdiri dari motor listrik, kontroler, inlet pengisian daya baterai, system wiring, serta menambah baterai dan battery management system (BMS).
Total Biaya Kepemilikan
Salah satu keunggulan dari sepeda motor listrik konversi adalah dari segi biaya dibandingkan dengan sepeda motor bensin. Hal tersebut karena konsumen hanya perlu mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya konversi pada sepeda motor yang dimilikinya. Berdasarkan perbandingan nilai Total Cost of Ownership (TCO) atau total biaya kepemilikan, sepeda motor listrik konversi memiliki keuntungan yang cukup signifikan dibandingkan sepeda motor bensin.
“Melalui akumulasi perhitungan selama masa kepemilikan 6 tahun, dengan adanya subsidi 7 juta ternyata mampu menurunkan keuntungan sepeda motor listrik konversi yang awalnya 41% (19,924 juta) menjadi 60% (12,134 juta), lebih hemat dibandingkan sepeda motor bensin. Hal ini biaya konversi yang cukup ter-cover oleh subsidi ditambah biaya operasional sepeda motor listrik yang cukup ekonomis membuat nilai TCO-nya semakin rendah,” terangnya.
Dengan perbandingan TCO antara sepeda motor bensin dan sepeda motor konversi ini tentu memunculkan dilema dalam melakukan adopsi sepeda motor listrik konversi. Jika dilihat kembali, dari segi biaya maupun penggunaan memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan sepeda motor bensin yang saat ini digunakan. Maka, hal ini menjadi tantangan bagi para early adopter untuk turut serta menyukseskan adanya program elektrifikasi kendaraan listrik ini.
Humas FT-Aji.
Editor-Pratikno