2 August, 2022
FT-UNS – Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik (FT UNS) mengadakan Kuliah Tamu secara daring pada hari Kamis (14/07/2022). Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Fakultas Teknik UNS mengangkat tema ketimpangan wilayah antara desa dan kota kedalam bahasan yang lebih akademis karena menurut mereka ketimpangan yang terjadi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait.
Kegiatan Kuliah Tamu ini mengundang tiga narasumber yaitu Dr. Sutoro Eko selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta; M Fachri, S.STP., M.Si selaku Direktur Advokasi dan Kerjasama Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT); dan Kharis Fadlan Borni K, M.Ec.Dev selaku Tenaga Ahli Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Kegiatan ini dihadiri oleh 180 peserta dari berbagai elemen terutama para pegiat perdesaan seluruh Indonesia.
“Desa menciptakan negara, negara menciptakan kota, kota mengakumulasi modal, ketiganya sekaligus melemahkan dan menghisap desa. Desa berperan sebagai pondasi bagi negara. Namun, negara tidak pernah melakukan ruralisasi melainkan menghisap hasil bumi dan tenaga kerja murah dari desa. Sementara itu, keberadaan kota mengalami eksplosi akibat dari posisi kota sebagai pusat kekuasaan, peradaban dan modal” tutur sekaligus kritik yang tajam terhadap ketimpangan wilayah antara desa dan kota oleh Dr. Sutoro Eko selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta.
Paparan kedua disampaikan oleh M Fachri, S.STP., M.Si selaku Direktur Advokasi dan Kerjasama Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan. Beliau membahas ketimpangan desa dan kota dari sudut pandang kebijakan. Saat ini, desa memiliki kewenangan berdasarkan asas rekognisi dan subsidiaritas serta kedudukan desa sebagai pemerintahan berbasis masyarakat. Akan tetapi, atas potensi tersebut ada beberapa aturan yang menyebabkan kesempatan desa untuk memiliki ruang dalam menyampaikan aspirasinya tertutup. Oleh karena itu, pengaturan tata ruang desa menjadi suatu urgensi dimana desa memiliki latar belakang seperti ruang desa yang terbatas, populasi meningkat, aktivitas manusia tidak terbatas, ruang bukan hanya untuk manusia, dan mengatur aktivitas di sekitar daerah rawan bencana.
Paparan terakhir disampaikan oleh Kharis Fadlan Borni K, M.Ec.Dev selaku Tenaga Ahli Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Kharis Fadlan Borni memberikan penekanan pada materi yang sudah disinggung sebelumnya yang berkaitan dengan tata ruang desa. Tantangan dan modal dalam penataan ruang desa dan kota adalah lemahnya kemampuan lembaga lokal dalam membentuk tata ruang desa, dominasi sistem RT dan RW atas tata ruang desa tersebut, dan kuatnya praktik kolonialisasi permukiman pada kota yang berakibat pada segregasi sosial. Di sisi lain, saat ini terdapat potensi-potensi yang meningkat seperti menguatnya kesadaran human-ekologis masyarakat, keberadaan musyawarah desa sebagai kekuatan konsolidasi pengetahuan dan politik serta keberadaan dari warisan budaya tata ruang nusantara yang perlu untuk dijaga.
Kuliah Tamu ini menjadi diskusi yang menarik di mana peserta dan narasumber bertukar informasi tanya jawab terkait isu-isu seperti keberpihakan dalam desa dan kota, permasalahan batas desa, hutan milik desa, peran professional dalam perencanaan dan pembangunan desa, dan regulasi terkait Rencana Tata Ruang (RTR) desa. Banyaknya tanggapan dan pertanyaan yang diajukan oleh peserta menunjukan bahwa tema ketimpangan wilayah antara desa dan kota memang masih menjadi isu yang sangat perlu diperhatikan berbagai stakeholder sehingga isu yang diangkat dalam Kuliah Tamu ini memang dirasa perlu dan penting disosialisasikan ke berbagai elemen masyarakat di seluruh Indonesia.
Humas FT/AP.