Dikukuhkan Jadi Guru Besar UNS, Prof. Isti Paparkan Diversifikasi Layanan Sebagai Teknik Kebertahanan Pasar Tradisional di Pusat Kota

1 September, 2023

FT UNS - Prof. Dr. Ir. Istijabatul Aliyah, S.T., M.T. dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Perencanaan Wilayah Kota pada Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Dosen Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) tersebut dikukuhkan dalam Sidang Terbuka Senat Akademik UNS pada Selasa (29/8/2023) di Gedung Auditorium G.P.H. Haryo Mataram.

Saat pengukuhan, Guru Besar ke-271 UNS dan ke-24 FT tersebut menyampaikan pidato inaugurasi berjudul “Urban Resilience Strategy: Diversifikasi Layanan Sebagai Teknik Kebertahanan Pasar Tradisional di Pusat Kota”.

Beliau menyampaikan bahwa perkembangan suatu kota biasanya ditandai dengan berkembangnya jumlah penduduk dan fasilitas pendukung kota, salah satunya pasar tradisional. Pasar tradisional tak hanya sebagai ruang ekonomi, tetapi sekaligus berperan sebagai ruang sosial budaya. Nuansa seperti inilah yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan, seperti Pasar Bringharjo, Pasar Gede, dan Pasar Klewer.

“Dapat dikatakan bahwa pasar tradisional berperan sebagai tempat pertukaran barang, ruang interaksi sosial-budaya, daya tarik wisata, ruang politik, sekaligus berperan sebagai komponen struktur kota. Perkembangan suatu kota tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya masyarakatnya. Pada era kerajaan, kota tradisional berorientasi pada tata aturan nilai-nilai sosial budaya socio-culture driven,” jelasnya.

Lebih lanjut, beliau menerangkan bahwa seiring dengan perubahan pemerintahan, pada masa Pemerintahan Republik, orientasi kota mengarah pada aspek fisik dan ekonomi market driven.

“Sebagai suatu contoh, perkembangan struktur ruang Kota Surakarta di awal terbentuknya Kota Surakarta, pasar tradisional menempati posisi yang strategis dan bertahan hingga saat ini. Keberadaan pasar tradisional sejak awal terbentuknya Kota Surakarta menempati bagian pada pusat kota, meski orientasi kota mengalami perubahan, dari socio-culture driven menjadi market driven,” imbuhnya.

Adanya globalisasi dan kemajuan teknologi digital membawa permasalahan baru bagi pasar tradisional untuk beradaptasi. Bahkan, hal yang sangat mendasar bagi suatu kota adalah adanya perubahan orientasi dari socio-culture driven menjadi market driven.

“Berdasarkan hasil riset, publikasi ilmiah, dan HKI yang telah dilakukan, kebertahanan pasar memiliki 3 dimensi, yaitu dimensi spasial, dimensi sosial dan budaya, dan dimensi konektivitas. Sementara, model kebertahanan pasar tradisional pada suatu kota dapat dilihat melalui 5 pendekatan, yaitu aktivitas, pelaku, proses/waktu, tempat, dan kebijakan,” jelasnya.

Prof. Isti menuturkan bahwa dengan perubahan orientasi sosial-budaya menuju orientasi kebutuhan pasar ini menjadi dasar terbentuknya model kebertahanan pasar tradisional yang disebut dengan ‘SiLoKu Ben Ngrejekeni’. Kata tersebut merupakan akronim dari komponen kebertahanan yang terdiri atas sinergi, loyalitas, kumandhang (keberlangsungan), handharbeni (kepedulian), dan ngrejekeni (keberkahan). Kelima komponen tersebut memiliki peran dan fungsi saling terkait dan hierarki yang sama. Dalam situasi tertentu, kelima komponen tersebut mengalami derajat kebertahanan yang berbeda, tetapi pasar tradisional akan tetap bertahan selama ada kemauan baik (goodwill) dari seluruh pihak terkait (Stakeholder).

“Strategi adaptasi pasar tradisional di pusat kota telah dilakukan dengan berbagai cara salah satunya memperkuat posisi dan memperluas jejaring pelayanan dengan diversifikasi layanan. Strategi diversifikasi layanan sebagai teknik kebertahanan pasar  meliputi variasi komoditas, sistem layanan, optimalisasi ruang, perluasan segmen, lingkup layanan, dan fleksibilitas kebijakan,” terangnya.

Bentuk kebertahanan pasar tradisional sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan khususnya pascapandemi dan era digitalisasi dapat dilakukan dengan pendekatan model internal-eksternal ekonomi kerakyatan. Aspek ekternal berperan dalam mengendalikan kebertahanan pasar yang terdiri atas komponen promosi, permodalan, regulasi dan hasil riset.

“Dengan demikian, berbagai hal yang dapat direkomendasikan antara lain penataan kondisi fisik pasar dan fasilitas, pembinaan para pelaku pasar untuk menciptakan hospitality. Kemudian, peningkatan keamanan dari kriminalitas, penataan dan pengelolaan ruang secara mikro, mezo, makro dengan mempertimbangkan daya tarik kota secara terintegrasi. Lalu, koordinasi dan ketertiban fasilitas penunjang dan standarisasi pelayanan,” terangnya.

Lebih lanjut, Prof. Isti menegaskan bahwa diversifikasi layanan ini sebagai teknik untuk mencapai kebertahanan pasar tradisional sebagai salah satu komponen struktur kota dan menjadi bagian dari urban resilience strategy.

Humas FT-Aji.

Editor-Pratikno