Teknik Sipil FT UNS Adakan Kuliah Tamu Bertajuk Manajemen Proyek Konstruksi yang Berkelanjutan

3 December, 2021

FT UNS - Program Studi (Prodi) Teknik Sipil Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengadakan kuliah tamu mengusung tema Manajemen Proyek Konstruksi yang Berkelanjutan. Kegiatan tersebut berlangsung secara daring melalui zoom meeting room dan YouTube Fakultas Teknik UNS pada Kamis (11/11/2021). Narasumber yang dihadirkan ialah Prof. Mochamad Agung Wibowo, Ph.D. (Guru Besar Bidang Manajemen Konstruksi Prodi S3 Teknik Sipil sekaligus Dekan Fakultas Teknik UNDIP) dan Ir. Nurlistyo Hadi (SVP Head of QHSE & System Management PT.PP), dimoderatori secara langsung oleh Ir. Ary Setyawan, M.Sc., Ph.D. (Kepala Prodi Magister Teknik Sipil FT UNS).

Turut hadir pula, Dekan FT UNS, Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, M.T., dalam sambutannya dekan mengapresiasi kegiatan kuliah tamu.

“Saya apresiasi kegiatan kuliah ini karena mendekatkan kegiatan kita pada apa yang sebenarnya terjadi di industri, mudah-mudahan ini nanti membantu kita untuk lebih mudah memahami persoalan-persoalan di lapangan, nanti adek-adek mahasiswa bisa juga lebih mudah turn in di lapangan baik dalam hal persoalan maupun pengetahuan yang diterima di kampus, mudah-mudahan juga menjadi acuan buat teman-teman para pengajar dalam rangka upgrading pengetahuan yang diberikan ke adek-adek mahasiswa,” tutur Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, M.T.

Selanjutnya, pada sesi penyampaian materi. Prof. Mochamad Agung Wibowo, Ph.D. menyampaikan mengenai Sustainable Construction Management, bahwa proses jalannya penelitian yang dilakukan berawal dari lean construction yang merupakan segi makro, supply chain management, green supply chain management agar manajemen bisa ramah lingkungan, reverse logistic, circular economy, supply chain performance measurement (SCOR), other researches in construction management, dan other researches in education engineering. Prof. Agung menyebutkan ada beberapa peran sektor konstruksi di antaranya pembangunan infrastruktur untuk menjamin perekonomian, sebagai penyumbang GDP 10,2 %, dan juga menciptakan lapangan pekerjaan. Namun demikian, disebutkan dari peran yang ada akan timbul persoalan-persoalan seperti, waste.

“Di sisi lain adanya sektor konstruksi juga menghasilkan waste, jadi ada sesuatu yang tidak bermanfaat sebagai ikutan dari proses pembuatan sebuah konstruksi. Bahkan ketika kita perdalam lagi, itu ada yang mengatakan solid waste dan non solid waste di sepanjang proses konstruksi. Umumnya, jika kita bicara soal waste itu hanya dilihat fase konstruksi padahal sebenarnya ada project life cycle di mana dimulai dari fase inisiasi yang dilakukan oleh owner, fase desain di mana konsultan desain yang berperan untuk mengasilkan ide-ide, ada pula konstruksi di mana kontraktor yang berperan,” jelas Prof. Agung.

Ia pun menjelaskan, fungsi manajemen konstruksi yang berkelanjutan ialah untuk meminimalisir waste. Oleh karenanya, perlu mengukur life cycle energy analysis.
“Jadi ketika kita membangun infrastruktur baik konstruksi bangunan, konstruksi jembatan, dan sebagainya itu ada istilahnya embodied energy dan operational energy. Itu terjadi selama fase pada proses itu. Embodied energy adalah energi yang dikeluarkan pada saat proses membuat produksi tersebut, baik kedatangan materialnya, pengolahan sumber daya alam hingga manifaktur, transportasi, dan pengiriman. Sedangkan, operational energy ialah energi operasional yang dibutuhkan dalam infrastruktur yang sudah selesai, meliputi sejauh mana energi dipakai untuk menjaga lingkungan. Energi operasional sering dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan internal yang stabil, target penggunaan energi, fungsi, dan lingkungan sekitarnya,” paparnya.

Kemudian, ia juga menekankan mengenai reverse logistics, yakni bagaimana memanfaatkan sesuatu pada konstruksi yang sudah tidak berguna, tepatnya saat proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran bahan baku agar efisien dan hemat biaya, dengan tujuan untuk memperoleh kembali atau menciptakan nilai.

“Jadi tidak bisa di construction itu reverse logistics itu hanya di fase konsumsi, tapi harus kita tarik juga ke hulunya supaya supply chain management/green design sudah mulai merencanakan reverse logistics,” terangnya.

Dalam bahasannya ia pun menjelaskan mengenai circular economy, menyangkut bagaimana di sektor konstruksi yang tadinya liniar ekonomi/selama-lamanya berubah menjadi tidak terlalu lama dan dapat digunakan lagi dan supply chain performance measurement (SCOR) tentang bagaimana mengukur kinerja supply chain untuk mengurangi waste.

Sementara itu, narasumber kedua, Ir. Nurlistyo Hadi membawakan materi mengenai Implementasi Manajemen Proyek. Ia menjelaskan bekerja di proyek berkaitan erat dengan kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan yang dicapai melalui aplikasi & integrasi kelompok proses manajemen proyek seperti inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan penutupan yang sifatnya berulang.

“Yang pertama harus dikuasai oleh tim proyek adalah harus memahami dengan sangat rinci scope manajement, harus bisa mengatur scope pekerjaannya. Jadi, mengapa ada pula output proyek tidak sama/sesuai harapan? Hal tersebut karena berkaitan dengan kesiapan alat, sistem, sekaligus orang-orang yang terlibat,” ujar Ir. Nurlistyo Hadi.

Alumnus Teknik Sipil UNS (1987) tersebut juga menjelaskan mengenai Work Breakdown Structure (WBS), yaitu mengenai rincian struktur pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil pekerjaan sehingga bisa disusun suatu aturan aktivitas pekerjaan (sequencing) berdasarkan logika ketergantungannya. Ia menjelaskan hal yang diperlukan untuk menyusun WBS ialah dokumen tender (gambar, spesifikasi, persyaratan, surat perjanjian, adendum); informasi-informasi yang diperoleh dari survei lokasi proyek; rencana metode pelaksanaan; serta pengalaman dan pengetahuan estimator.

Dalam pungkasan materinya ia membagikan rahasia untuk mencapai kesuksesan tertinggi yang telah diaplikasikan di PT. PP, yakni harus diawali dari happy (mencintai atau senang dengan apa yang dikerjakan), kerja keras, dan kemudian sukses akan dituai. Tidak hanya itu, ia juga berbagi pengalaman bagaimana menjadi seorang project manager (PM) yang baik.

“Sebetulnya yang paling penting bagi seorang PM adalah komunikatif. Jadi, temen-temen semua, kemampuan akademis dan teknis memang sangat perlu, tetapi ketika nanti menjadi leadership, komunikasi menjadi kata kunci yang harus dikuasai.” pungkasnya.

Di akhir sesi, Ir. Ary Setyawan, M.Sc., Ph.D. selaku moderator menyimpulkan bahwasanya dalam teknik sipil masih terbuka luas sekali untuk melakukan penelitian/pembelajaran bahkan kurikulum yang harus dimasukkan. Selanjutnya, ia pun mengatakan menurut World Economy Forum terdapat tiga skenario konstruksi masa depan, yakni building in virtual work, seperti yang sekarang sudah dirasakan akibat akselerasi pandemi; factory ran the world bahwa suatu saat dunia teknik sipil akan seperti pabrikan, sistem modulnya akan menjadi medan konstruksi; terakhir a green reboot, jadi bagaimana kita kembali berpikir ke depan tentang planet yang dihuni. Humas FT/FAT. Editor/ KNH